Kamis, 17 Oktober 2013

Menyadarkan Diri

Saat itu, segalanya terasa sempurna bagiku. Ketika aku melihatmu tertawa, ketika aku melihatmu sakit dan terbaring dikursi itu, ketika aku melihatmu marah, ketika aku melihatmu mengeluh, ketika kamu mempertanyakan satu hal yang membuatmu masih ragu, serta ketika aku mendengar kalau kamu lupa mematikan kompor itu. Mengingat semua kenangan itu, semua terasa begitu sangat sempurna bagiku. Tapi kini, semunya memudar tanpa sebab?. Entah apa yang terjadi selama liburan itu?. Kamu memulai berkata MAAF. Kenapa kalimat itu tiba tiba saja muncul di permukaan. Aku tak tahu apa yang sebenarnya yang terjadi?, ada yang mengganjal, atau karena saat ini aku merasa tertekan oleh segala macam imaji yang dipaksakan dari beberapa alasan yang ada pada SMS'mu. kenapa mesti aku berfikir seperti itu?. kenapa perasaan ini harus terus menyakitimu?. Seharusnya aku sadar atas semua yang telah terjadi.  Aku tahu!, kamu tak suka jika dipaksa, bukan? maka, aku tak akan bertanya apa alasan kenapa tiba-tiba semua ini terjadi.  Aku berharap aku bisa membaca pikiranmu saat ini? Memasuki tempat yang sama sekali tak kupahami. Aku tak bisa. Aku berharap bisa, tapi tetap tak bisa.

Pilihan kali ini menggantung untuk diputuskan?, Aku tahu!!, keputusan ini akan mengubah segalanya. Tidak ada jalan kembali, tidak untuk kali ini. Setidaknya aku tak tolol lagi dari apa yang kulakukan dulu, mengharapkan dirinya secara berlebihan. Aku takkan menuntut apa yang bukan milikku. Aku memang sudah salah dari semula, seharusnya tak kubiarkan kisah ini berlanjut setelah aku mendengar beberapa pengakuan darinya. Kamu tak ingin membiarkan diriku tersakiti, tohhh pada kanyataanya aku akan tetap tersakiti tapi itu lebih baik bagiku. setidaknya aku telah memutuskan apa yang terbaik bagi diriku.

Mungkin ini jawaban dari doa-doa yang selama ini aku panjatkan. Mulai menyerah pada waktu, dan menunggu untuk diabaikan. Bercermin pada diri apa yang seharusnya aku lakukan. Membuat pola dan menyusun kembali mimpi-mimpi yang terlantarkan. Sebaiknya aku harus mulai fokus untuk melanjutkan study dan mulai bermain dengan akademik, menemukan hal hal baru untuk dipecahkan sehingga perasaan yang tolol ini dapat aku lupakan. Aku akan sangat rindu dengan suaranya ketika pola ini sudah mulai berjalan. Bagiku saat ini, seharusnya tak ada lagi alasan bagiku untuk bertahan dikota ini, karena kisah dan harapan tak perlu lagi untuk diperjuangkan. ini akan menjadi titik balik bagiku untuk memulai segalanya dari awal.

Perasaan yang menggantung kini mempunyai titik terang. Rencana masa depan yang kususun untuk dirinya kini hanya menjadi sebuah kenangan dalam kotak. Tak ada lagi kisah yang menjadi sebuah harapan. Tak ada lagi harapan yang perlu diperjuangkan. Mungkin ini jalan terbaik bagi diriku sehingga tak ada lagi pertanyaan yang akan menjadi beban untuk dirinya. Aku akan sangat berharap melihat kamu tertawa karna dunia. Maaf aku tak bisa menjadi apa yang kamu inginkan dan saya berharap kamu mengerti itu.

Teringat sebuah ayat "boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu"